Selasa, 23 Juni 2015

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

Apa itu PUP?

Pernah dengar istilah "Pernikahan Dini" kan...?? Banyak teman-teman yang mengalaminya. untuk mencegahnya BKKBN punya solusinya lho... Melalui Program GenRe, Kita di ajak untuk melakukan PUP.

PUP singkatan dari Pendewaan Usia Perkawinan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Apa sih tujuan PUP?
Untuk memberikan pengertian dan pemahaman serta kesadaran kepada remaja dalam merencanakan keluarga, dapat mempertimbangkan berbagai aspek seperti aspek kesehatan, ekonomi, psikologis, pendidikan dan kependudukan serta perencanaan keluarga.
Pendewasaan Usia Perkawinan itu penting lhooo…! Kenapa yaa??
a.       Aspek Kesehatan
Perempuan yang menikah kurang dari 20 tahun mempunyai risiko meninggal saat proses kehamilan dan persalinannya, karena organ reproduksinya belum siap untuk proses tersebut.

Tahukah kamu
Dibandingkan kelompok perempuan usia 20-24 tahun, bagi perempuan berusia 15-19 tahun berisiko dua kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin, bahkan risiko ini meningkat lima kali lipat pada kelompok usia 10-14 tahun.

b.      Aspek Ekonomi
Kesiapan secara ekonomi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam keluarga, terdapat beberapa kebutuhan yang hendaknya dipenuhi, yaitu :
1.      Kebutuhan Primer
Kebutuhan primer keluarga adalah kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnya Kebutuhan makan, minum, pakaian dan tempat tinggal.
2.      Kebutuhan Sekunder
Kebutuhan sekunder keluarga adalah kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan primer terpenuhi. Contohnya kebutuhan alat komunikasi, kesehatan dan pendidikan.
3.      Kebutuhan tersier
Kebutuhan tersier keluarga adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan Primer dan kebutuhan Sekunder. Contohnya adalah mobil, apartemen, dan lain sebagainya.

c.       Aspek psikologis
Berdasarkan masa perkembangan manusia, pada usia 20-24 tahun remaja memasuki masa dewasa awal, dimana remaja mulai mengalami kematangan fisik dan emosi.
Kesiapan psikologis yang perlu dimiliki sebelum remaja memasuki kehidupan perkawinan yaitu :
1.      Kematangan emosi
Perkawinan usia muda dimana emosi masih belum stabil dan dapat menimbulkan persoalan dalam rumah tangga. Kematangan emosi ini akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia.
2.      Kemampuan penyesuaian diri
Di dalam perkawinan terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai bentuk pergantian status dari lajang menjadi suami/istri. Perubahan status tersebut menuntut adanya penyesuaian diri terus menerus sepanjang perkawinan.

d.      Aspek Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu modal untuk mencapai kehidupan yang berkualitas. Pernikahan di usia muda seringkali menyebabkan remaja tidak lagi bersekolah karena mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai kepala keluarga dan calon ayah atau istri dan calon ibu, yang diharapkan berperan lebih banyak mengurus rumah tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga dan keharusan mencari nafkah.
Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah kesempatan remaja untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi.

e.       Aspek kependudukan
Salah satu aspek kependudukan adalah fertilitas. Fertilitas adalah kemampuan seorang perempuan subur untuk melahirkan bayi hidup. Tingkat fertilitas dipemngaruhi oleh median usia kawin pertama bagi perempuan. Tingginya tingkat fertilitas akan berdampak pada laju pertumbuhan penduduk meningkat.

Tahukah kamu….
Rata-rata, seorang wanita memiliki 300 bulan masa reproduksi. Potensi reproduksi seorang wanita dimulai pada usia menarche (menstruasi pertama). Potensi tersebut akan berhenti saat menopause.

Perempuan yang menikah pada usia muda akan mempunyai rentang waktu masa reproduksi lebih panjang sehingga berpotensi untuk mempunyai lebih banyak anak. Dengan menunda usia perkawinan, diharapkan tingkat kelahiran akan dapat dikendalikan.

f.       Aspek Perencanaan Keluarga
Saat berencana menikah, sebaiknya kita sudah merencanakan kapan menikah, ingin punya anak berapa, dengan jarak kelahiran berapa tahun.
Usia perempuan antara 20-35 tahun, merupakan periode yang paling baik untuk hamil dan melahirkan dengan jarak ideal untuk menjarangkan kehamilan adalah 5 tahun.

Apa saja hal-hal yang perlu disiapkan remaja sebelum menikah?
1.      Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Tujuannya untuk mengetahui sejak dini penyakit yang ada pada calon pengantin, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab terkait dengan rumah tangga mereka ke depan. Karena penyakit tersebut dapat mempengaruhi kondisi anak atau keturunan yang akan dilahirkan, yaitu risiko kecatatan atau kelainan, penyakit bawaan atau penyakit tertentu (seperti thalasemia, hemophilia, buta warna, asma/alergi, dan sebagainya).

2.      Persiapan Gizi
Calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan perlu meningkatkan status kesehatan dan status gizi agar terhindar dari KEK (Kurang Energi Kronis) dan Anemia. Calon pengantin yang mengalami KEK dapat berisiko pada saat kehamilan dan kelahiran, seperti pendarahan, keguguran, dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Sedangkan anemia pada remaja dapat menurunkan produktivitas dan konsentrasi belajar, serta bila hamil dapat berisiko pada saat persalinan.

3.      Imunisasi Tetanus toxoid (TT)
Untuk keselamatan dan perlindungan diri terhadap penyakit tetanus, maka perlu dilakukan 5 (lima) kali pemberian imunisasi TT. Adapun waktu pemberian imunisasi TT yaitu :
TT 1 : 0 (nol) bulan
TT 2 : 1 (satu) bulan setelah TT 1
TT 3 : 6 (enam) bulan setelah TT 2
TT 4 : 12 (dua belas) bulan setelah TT 3
TT 5 : 12 (dua belas) bulan setelah TT 4

4.      Lain-lain
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemakaian NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif). Karena pemakaian NAPZA dapat mempengaruhi kesehatan perempuan, terutama pada saat kehamilan.

Apa saja manfaat dalam menunda usia perkawinan?
·         Remaja bisa menyelesaikan studinya dan meraih cita-citanya.
·         Perencanaan jumlah anak, usia hamil dan melahirkan serta jarak kelahiran akan membantu menghindari risiko kesakitan dan kematian karena proses kehamilan dan persalinan.
·         Kesiapan ekonomi akan menghindarkan keluarga dari permasalahan ekopnomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
·         Lebih mudah melakukan penyesuaian diri dalam perkawinan.
·         Lebih mudah menerima dan mampu menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam perkawinan, dengan cara yang bijaksana.
·         Mampu mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Trus, gimana dong, kalo seseorang gagal menunda perkawinannya?
PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa.
Kalau sudah terlanjur maka diupayakan agar Bulan Madu menjadi Tahun Madu. Maksudnya tunda dulu kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi sampai usia istri mencapai 20 tahun.

Tahukah kamu….
Jika perempuan hamil pada usia dibawah 20 tahun dan di ats 35 tahun, dapat menimbulkan risiko kesakitan dan kematian, yaitu:
·         Risiko pada Proses Kehamilan
Misalnya keguguran, Pre eklampsia, dan Eklampsia, Infeksi, Anemia, Bayi meninggal dalam kandungan dan mempunyai risiko terhadap terjadinya kanker rahim.

·         Risiko pada Proses Persalinan
Misalnya premature, terjadi kesulitan dalam Persalinan, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), Kelainan bawaan, Kematian bayi dan Kematian ibu.

Rabu, 17 Juni 2015

Logo Pusat Informasi dan Konseling Remaja SMKN 36 Jakarta



Lihatlah Penyandang Disabilitas Dari Kacamata Seorang Anak Kecil





Seiring dengan semakin dewasa dan berkembangnya pola pikir seorang manusia, maka akanberubah pula cara pandanganya. Tidak lagi polos dan naïf, serta mulai membangun dinding-dinding pembatas dan pembeda. Kalau Anda tidak percaya, mari kita lihat eksperimen berikut ini.
Sebuah video eksperimen yang cukup unik menunjukkan bedanya cara pandang seorang anak dengan orang dewasa, saat keduanya diperlihatkan wajah seorang penyandang disabilitas. Keduanya, baik itu ibu dan anak atau ayah dan anak, ditempatkan dalam sebuah ruangan dengan sekat dan sebuah layar peraga.
Mereka diminta untuk mengikuti ekspresi wajah pada orang yang ditampilkan di monitor itu. Ada beberapa ekspresi wajah yang lucu, konyol dan aneh. Orang tua dan anaknya mengikuti ekspresi itu, tanpa kesulitan. Sampai tibalah waktunya, wajah seorang penyandang disabilitas ditampilkan.
Saat wajah itu muncul, anak-anak menirukan mereka. Seperti sebagaimana mereka melakukannya pada adegan sebelum perempuan itu. Sementara itu, orang tua mereka terhenyak. Ada banyak hal yang mereka pikirkan, namun tak satu pun orang tua sanggup menirukan wajah gadis itu.
Di mata seorang anak kecil, tidak ada bedanya warna kulit, latar belakang, dan kondisi orang lainnya. Katakanlah mereka masih naïf dan polos, akan tetapi kasih sayang mereka murni dan tulus. Mereka bisa menunjukkan, tak ada yang salah saat kita merasa sama dengan mereka yang dianggap ‘berbeda’ di mata orang dewasa.
Kadang-kadang, kita perlu melihat sesuatu dari kacamata anak kecil yang lebih tulus. Semoga menginspirasi.

<http://boombastis.com/2015/01/14/penyandang-disabilitas>

Peer Counselor ( Konselor Sebaya )


Jadi, apa yang dimaksud dengan konseling sebaya ???
            Konseling adalah proses pemberian bantuan kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap suatu fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien.

Tujuan Konseling....
       Membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien dapat memilih sendiri jalan keluarnya...
       Apakah konseling sama dengan...

Kalau Begitu ???

Siapakah Konselor Sebaya ???    
                Konselor sebaya adalah Pendidik Sebaya yang memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk memberikan konseling program GenRe bagi kelompok remaja/mahasiswa sebayanya
                Telah mengikuti pelatihan konseling program GenRe dengan menggunakan modul dan kurikulum standar

To be peer counselor...
          Pengalaman sebagai PS
          Komitmen dan Minat
          Terbuka
          Menghargai dan Menghormati
          Sensitivitas (Peka)
          Dapat Dipercaya
          Pengetahuan yang cukup
          Keterampilan sebagai KS
          Perasaan Stabil
 
As peer counselor...
          Keterampilan Observasi
          Keterampilan Mendengar Aktif
          Keterampilan Bertanya
 
Harus, kudu, mesti, wajib 
Simulasi Konseling
  1. Tahap Awal
  2. Tahap Eksplorasi
  3. Tahap Konsolidasi
  4. Tahap Planning
  5. Tahap Termination
  6. Penutup  

Tahap Awal
                Attending : Kesiapan diri secara fisik untuk meyakinkan klien bahwa kita peduli atau berempati terhadap permasalahan mereka.
                Meliputi tatapan mata yang konstan kepada klien, postur tubuh, anggukan kepala dan ekspresi muka saat mendengar masalah mereka.


Bentuk perilaku attending

Posisi badan ( termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka):
  • Duduk dengan badan menghadap klien
  • Tangan diatas pangkuan atau berpegang bebas atau kadang – kadang digunakan untuk menunjukkan gerak isyarat yang sedang dikomunikasikan secara verbal.
  • Responsif dengan menggunakan bagian wajah, umpamanya senyum spontan atau anggukan kepala sebagai persetujuan atau pemahaman dan kerutan dahi tanda tidak mengerti.
  • Badan tegak lurus tanpa kaku dan sekali – kali condong kearah klien untuk menunjukkan kebersamaan.

Kontak Mata
  • Kontak mata yang baik berlangsung dengan melihat klien pada waktu dia berbicara kepada konselor dan sebaliknya.
Mendengarkan
  • Memelihara perhatian penuh dengan terpusat kepada klien.
  • Mendengarkan segala sesuatu yang dikatakan klien.
  • Mendengarkan keseluruhan pribadi klien ( kata – katanya, perasaan dan perilakunya) dan memahami seluruh pesannya.
  • Mengarahkan apa yang konselor katakan terhadap apa yang telah dikatakan oleh klien.

Good Raport : Membangun hubungan yang baik sejak pertama bertemu dengan klien.
                Anda bisa bertanya mengenai kegiatan apa yang dilakukan sebelum bertemu anda, menanyakan kabar, atau hanya sekedar menanyakan "apakah anda sudah sarapan atau belum ?" 
Good  Rapport

Non Verbal
  • Menghentikan aktivitas,
  •  Membuka pintu atau    
  •  Menjemput,
  •  Jabat tangan atau senyum,
  •  Meyilahkan masuk, 
  •   Menutup pintu,
  •   Mendampingi konseling masuk,
  •    Memegang tangan atau memegang pundak (bila diperlukan dan tidak riskan   atau ada hambatan nilai), 
  •   Mempersilahkan  duduk
Verbal
  • Memberi salam atau menjawab salam
  • Menyambut nama
  • Pujian atas kedatangan konseling
  • Menanyakan kabar
  • Menanyakan kegiatan sebelumnya 

Tahap Eksplorasi

  • Probing : menggali lebih dalam lagi informasi dari diri klien. 
    • Open Question : Pertanyaan yang memancing klien untuk dapat bercerita panjang lebar mengenai masalahnya. Contoh : bagaimana hubungan anda dengan mantan anda?
    • Closed Question : Pertanyaan yang hanya memancing klien untuk menjawab iya atau tidak, sudah atau belum, dsb. Contoh : Apakah anda terlibat pada saat kejadian itu berlangsung?

  • Clarifying : mengklarifikasi mengenai ucapan ucapan atau kata kata klien kepada kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara konselor dan konsele. 
    Contoh : Jadi anda seperti itu karena pacar anda yang meminta anda
  • Perception Checking : menguji apakah antara konsele dan konselor sudah satu frame dalam melihat masalahnya 
    Contoh : Nah, berarti permasalahan anda itu adalah ....... Dan disebabkan oleh.....
  • Focusing : Konselor menjaga klien agar tetap fokus dalam menceritakan inti masalahnya. 
    Sehingga pada saat klien menceritakan masalah yang tidak relevan kita bisa menghentikannya dengan cara yang halus,
    "mungkin anda bisa menceritakan kembali masalah yang sebelumnya ?" sebaiknya hal ini tidak dikatakan dengan memotong pembicaraan klien, tetapi menunggu klien selesai berbicara

  • Confronting : Teknik yang digunakan untuk membuat klien berpikir dan bersifat sedikit menyerang. 
    Contoh : "lalu mengapa anda masih mau menjadi kekasihnya jika semenjak awal anda bercerita kekasih anda adalah seorang pemabuk, kejam, dan anda  tidak suka ?"  



    Tahap Konsolidasi
    Reflecting Experience :
     Menceritakan pengalaman kita yang serupa
    dengan kejadian yang dialami oleh klien,
    sehingga bisa berbagi sudut pandang.

    Tahap Planning (Perencanaan)

    • Advicing : membantu klien untuk dapat merencanakan sendiri hal apa yang akan klien lakukan setelah proses konseling ini berakhir. 
      Contoh : " lalu setelah semua hal yang terjadi ini apa yang akan anda lakukan?"

     

    • Informing : memberikan informasi dari sudut pandang kita mengenai hal yang ada dalam permasalahan klien 
      Contoh : “ berarti kalau anda memilih untuk melakukan ini, anda akan ..... dan jika anda memilih untuk melakukan...., anda akan”
    Tahap Termination
    Summarizing :
                    Menyimpulkan masalah yang dialami klien, kesimpulan dibuat berdasarkan semua hal hal yang dikemukakan oleh klien.
     Contoh : “ Ok, baik sesuai dengan pembicaraan dari awal, saya bisa menarik kesimpulan sementara bahwa...... “